Rabu, 07 Desember 2011

Berawal dari meja billiard

________________________________________
Hallo penggemar situs 17thn, aku akan menceritakan pengalamanku lagi. Dalam cerita ini kutuliskan kejadian yang sebenarnya, tanpa mengurangi atau menambah alur cerita. Mungkin ada beberapa kalimat sebagai tambahan untuk mendukung cerita tersebut. Oh ya, saya minta maaf kalau ada kalimat atau susunannya kurang beraturan. Dan saya terima kasih juga atas tanggapannya terhadap cerita saya sebelumnya dan saya sudah berusaha membalas email yang anda kirim.

Bandung, 4 Mei 2001

Busyeett! Aku melihat jam, ternyata sudah pukul setengah 12 malam, dan aku belum juga bisa menutup mataku untuk tidur, memang pada malam itu keadaan udara sedang panas dan hatiku sedang gelisah yang mana aku juga tidak tahu penyebabnya.

Karena aku belum bisa tidur juga, akhirnya aku mengambil keputusan lebih baik keluar sebentar mencari angin. Hmmm.., sejuk juga angin malam sekarang, atau mungkin karena baru diguyur hujan, tapi.. "Ahkk.. nggak aku ambil pusing."

Dalam perjalan aku sempat berpikir juga, mau kemana aku tengah malam begini, tapi akhirnya aku mendapat ide juga, pergi ke tempat billiard. Ya, ke tempat billiard, mungkin badanku harus capek sedikit biar bisa tidur, lagipula biasanya tempat itu tutupnya jam 2 pagi.

Akhirnya aku sampai juga. Setelah memarkir mobil lalu aku masuk. Wuih! ramai juga. Memang untuk ukuran di kotaku, tempat billiard ini yang paling bagus dan waitress-nya juga cantik-cantik. Setelah agak lama melihat-lihat situasi, akhirnya aku menemukan meja yang kosong. Posisi mejanya agak di pojok. Kemudian kunyalakan lampu yang ada di meja itu, lalu aku mengambil stik. Aku berpikir, mungkin cukup beberapa koin saja hingga badan ini agak capek. Saat itu aku tidak begitu memperhatikan waitress yang sedang menyusun bola, lagipula aku sedang mengoleskan tanganku dengan bedak.

"Mas.. mainnya sendirian ya.. saya temenin main ya," tanya waitress itu kepadaku.
"Boleh," jawabku singkat.
Begitu aku membalikkan badanku untuk main, aku jadi terpana melihat sosok tubuh yang seksinya minta ampun. Orangnya tidak terlalu tinggi mungkin sebahuku, rambutnya panjang bergelombang, kulitnya sawo matang, dengan tubuh yang sintal, payudaranya yang agak besar membusung, mata yang agak bulat, bibirnya yang merekah dan ditunjang dengan pakaiannya yang pada saat itu menggunakan rok mini warna merah dan kemeja bahan model jatuh warna krem, membuat lekuk tubuhnya menjadi semakin menggiurkan bagi lelaki yang melihatnya. Aku heran juga, mau-maunya dia kerja di tempat seperti ini, sayang kan, mendingan jadi pacarku saja tapi kenapa aku justru care, padahal tujuanku cuman untuk bermain billiard.

Akhirnya kuawali dengan break yang tentunya ditemani oleh waitress tersebut. Aku grogi juga, kadang-kadang saat dia sedang memukul bola, aku iseng-iseng melihat gundukan payudaranya yangagak menonjol, apalagi saat dia sedang menyusun bola, kulihat pahanya yang membuat darahku mudaku berdesir.

Selama 3 koin aku tidak banyak ngobrol dengannya tetapi setelah beberapa lama karena mungkin agak akrab, yang mana dalam permainan kami sering saling mengejek akhirnya aku memberanikan diri untuk mengenalnya lebih jauh.

"Mbak, namanya siapa?" tanyaku saat dia sedang mau memukul bola, sambil mataku melihat ke seputar payudaranya.
"Lia.. Mas sendiri siapa?" tanyanya."Saya Erick Mbak.. hmm.. udah merried Mbak?" tanyaku agak menyelidik bak seorang dedektif.
Lia agak tersenyum mendengar pertanyaanku itu.
"Kalo belom kenapa.. kalo udah kenapa," jawabnya sambil memukul bola.
"Kalo udah, saya nggak akan bertanya lagi dan mainnya mo udahan aja karena takut ada yang ngambek.. tapi kalo belom, boleh khan saya daftar," jawabku sambil tertawa.
"Iihhh.. buntut-buntutnya malah mau daftar," jawabnya sambil matanya memandang ke arahku.
Tatapan matanya nakal sekali, pikiran kotorku mulai keluar. Tapi setelah itu, kami malah asyik bermain sampai tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah 2 pagi, dan akhirnya kusudahi bermainnya karena merasa capek.

"Mbak, udahan ah.. capek nih.. oh ya, aku pesen minumnya lagi dong," kataku kepada Lia.
"Iya.. tapi Lia minta krating daeng ya," pintanya.
"Boleh.. boleh.. ngambil aja.." kataku sambil memperhatikan Lia yang berjalan lenggak lenggok bak peragawati yang berjalan di catwalk.
Tak beberapa lama dia datang lagi sambil membawa minumannya, kemudian duduk di sebelahku yang mana pahanya yang mulus dan ditumbuhi bulu-bulu halus sengaja dia perlihatkan pada semua orang.

"Mbak tinggal di mana?" tanyaku.
"Di daerah X***(edited)," jawabnya.
"Ooo.. deket juga," kataku, lalu aku bertanya lagi tentang hal yang belum dia jawab waktu diawal perjumpaan tadi."Oh ya Mbak, udah merried?" selidikku sambil tersenyum, dia menggelengkan kepala.
Yes! artinya itu belum merried pikirku, aku jadi tambah bersemangat untuk mengenalnya lagi.
"Hmmm.. Mbak pulangnya sama siapa," tanyaku lagi.
"Ikut jemputan, kenapa emangnya?" dia balik bertanya.
"Nggak pa-pa Mbak, tapi kalo Mbak nggak keberatan, boleh dong saya anter pulang?" kataku sambil mengharapkan dia mau bareng pulangnya.
Mbak Lia terdiam, sepertinya dia sedang mempertimbangkan tawaranku, yang pada akhirnya...

"Boleh aja, tapi kamu sendirian khan?" kata Lia, senang juga aku mendengarnya, memang itu yang kuharapkan jawaban darinya.
"Berdua Mbak, tuh ama bayangan," kataku sambil tertawa, mendengar jawabanku dia tersenyum sambil memukul pahaku.
Kemudian kami ngobrol sambil menunggu waktu pulang, yang sebelumnya kubereskan dulu pembayaranbekas aku main tadi berikut minumannya. Jam sudah menunjukan pukul 2 pagi lewat, tampak waitress yang lain sudah pada pulang, yang sebelumnya mereka setor dulu penghasilan koin mereka malam itu, dan aku baru tahu kalau keluar dari situ ternyata mereka sudah pada berganti pakaian, jadi cuma di dalam ruangan saja mereka seksi dalam berpakaian, akan tetapi sepertinya Mbak Lia tidak berganti pakaian.

"Nggak ganti pakaiannya dulu Mbak?" tanyaku.
"Nggak ah, males.. lagipula aku kan nggak ikut jemputan, jadinya nggak risih," jawabnya sambil menuju ke kasir untuk menyetor koin, tapi sebelum sampai ke kasir dia setengah berbisik kepadaku, "Kamu duluan aja Rick, ntar aku nyusul.. kamu tunggu di depan warung aja."
Aku cuma mengangguk saja, aku langsung keluar dan segera menuju mobilku lalu kuparkir mobilku di depan warung yang tidak jauh dari tempat billiard.

Tidak berapa lama Mbak Lia datang.
"Sorry ya, agak lama.. lagipula tadi aku kasih alasan dulu kalo sekarang nggak ikut jemputan," katanya.
"Nggak pa-pa Mbak," kataku sambil menghidupkan mobil dari tempat billiard ke rumahnya yang cuma membutuhkan waktu 15 menit, tapi otak kotorku malah mulai mencari ide agar aku dapat bersamanya agak lebih lama lagi. Akhirnya aku dapat juga ide tersebut, memang kalau untuk hal-hal seperti itu akulah ahlinya.
"Mbak, mau langsung ke rumah atau mau jalan-jalan dulu," tanyaku pada Mbak Lia sambil melirik pahanya yang mulus dan agak berbulu tersebut.
"Hmm.. emang mau ke mana gitu Rick?" kata Lia sambil menyalakan sebatang rokok, aku sempat berpikir, yang akhirnya..
"Kalau ke Lembang aja gimana Mbak, ya.. sambil liat kota Bandung dari atas sana.. terus makan jagung bakar," kataku lagi.
"Hmmm.. boleh lah Rick," jawabnya lagi.
Dalam perjalanan kami tidak banyak bicara, mungkin karena dia dan aku sudah agak capek karena main billiard tadi.

Setelah sampai di sana, lalu kuparkirkan mobil ke tempat yang agak gelap, di samping itu dapat juga melihat pemandangan kota Bandung yang mungkin hanya terlihat lampu-lampunya saja. Kemudian aku memesan beberapa makanan yang tentunya menu utamanya jagung bakar, dan aku memesan beer hitam supaya badanku agak hangat.

Setelah makanan dan minuman sudah selesai dihidangkan, aku balik lagi ke mobil. Lalu kuberikan makannan yang Mbak Lia pesan.
"Pemandangannya bagus ya Mbak, betah aku kalo udah di sini," kataku mengawali pembicaraan.
"Iya Rick, bagus banget," jawabnya sambil makan jagung bakar.
"Mbak udah lama kerja di situ?" kataku lagi.
"Baru 2 bulan Rick, kenapa emangnya?" jawabnya.
"Nggak pa-pa Mbak, sayang aja." kataku sambil meminum beer-ku.
"Sayang kenapa Rick?" jawab Lia dengan dengan agak keheranan atas pertanyaanku itu.
"Sayang aja Mbak, kok mau-maunya Mbak kerja di situ, kan banyak kerjaan yang lain, apalagi Mbak wajahnya cantik.. pasti gampang nyari kerjaan yang lain," kataku dengan sedikit agak merayu.
"Terima kasih Rick, kamu perhatian juga.. tapi aku terpaksa Rick, jaman sekarang kerjaan susah, apalagi ijasahku cuma lulus SMA.. ya jadinya terpaksa, tapi aku ngucapin terima kasih dehRick.. kamu perhatian banget," kata Lia sambil tangan kanannya mengusap pipiku, kubalas dengan mencium telapak tangannya.
"Mbak, Erick harap pertemuan kita nggak sampai disini.. nanti Erick akan sering-sering main ke tempat itu," kataku merajuk.
"Terima kasih Rick," ucap Lia sambil mencium hangat pipiku.
Serrr! ada suatu yang lain, kurasakan kehangatan dalam jiwaku, perasaan kasih sayang yang amat dalam terasa sekali. Lama aku memandangi wajahnya, sepertinya dia tahu kalau aku memperhatikannya.

"Kok ngeliatin terus Rick?" tanya Mbak Lia.
Kaget juga aku, ternyata dia tahu kalau aku sedang memperhatikannya.
"Eh, nggak kok Mbak.. pengen aja liat Mbak.. biar puas." kataku sambil bercanda dikit.
"Idihh.. genit kamu Rick," kata Lia sambil mencubit pahaku.
"Rick.. jangan panggil Mbak ya.. lagipula umur kita nggak beda jauh kok," katanya.
"Hmmm.. oke deh.. Om.. eh.. Lia," kataku sambil bercanda lagi.
Lia tersenyum sambil mencubit lagi pahaku.

Selang beberapa waktu kami terdiam karena menikmati makanan yang tadi kami pesan.
"Auuww!" Lia agak menjerit, aku kaget juga.
"Kenapa Lia?" tanyaku.
"Bibirku kegigit.. kayaknya berdarah nih," katanya sambil agak meringis.
Kemudian kunyalakan lampu yang ada di dalam, lalu aku memperhatikan bibirnya yang memang berdarah, tapi sedikit. Lalu aku mengambil tissue yang ada di belakang jok depan.
"Makanya kalo lagi makan jangan sambil ngelamun.. jadinya salah gigit," kataku sambil membersihkan darah yang keluar dari bibirnya.
"Siapa juga yang ngelamun.. ngarang aja kamu Rick," katanya.
"Udah.. ntar nggak bisa dibersihkan dong kalo nyerocos terus." kataku lagi.
Dia diam aja, sementara aku membersihkan seputar bibirnya. Setelah selesai, kubuang tissue itukeluar, dengan posisi jari tanganku masih memegang bibirnya. Aku sempat tertegun memandang bibirnya yang mungil itu, dengan perlahan kucium dengan lembut bibir itu, kulepaskan lagi, kemudian memandang wajahnya, dia tersenyum lalu memejamkan matanya. Lalu kucium kembali bibirnya yang mungil, lama juga aku melumat bibirnya, lalu tangan kananku mematikan lampu yang masih menyala.

Kemudian kupegang pipinya, aku masih mencium dengan lembut bibirnya. Lama-lama nafas kami berdua mulai tidak beraturan. Lalu kujulurkan lidahku ke dalam rongga mulutnya, agak gelagapan juga dia menerima serangan dariku, tapi tiba-tiba dia membalas lebih ganas lagi, lidahku disedotnya sesekali digigitnya. Bunyi perpaduan antara bibir yang bertemu bibir dibarengi saling sedot lidah sudah tidak kami hiraukan, permaianan lidah kami berdua malah bertambah hebat.

Pembaca yang budiman, mungkin bisa anda membayangkan posisi kami pada waktu itu, aku yang duduk di jok depan kemudi, sedangkan dia berada di jok sampingku, jelas perutku yang pada waktu itu sedang berasyik ria terganjal oleh rem tangan, ditambah badanku yang agak melilit. Pegel juga waktu itu, lalu kusudahi percumbuan kami. "Lia, kita pindah ke belakang," bisikku. Lia tidak bicara, kemudian kami berdua pindah ke belakang.

Oh ya, waktu itu aku memakai mobil espass supervan, jadi di bagian tengahnya agak lega sedikit, didukung kaca yang gelap, sehingga sangat mendukung sekali. Tapi sebelum melanjutkan, aku kembalikan dulu peralatan bekas makan tadi sambil membayar, lalu aku balik lagi ke mobil.

Lama juga kami diam, dengan inisiatifku aku mulai menghampiri wajahnya, sambil kedua tanganku memegang wajahnya. Dia memejamkan matanya. "Aku sayang kamu Lia.." kataku sambil mencium kembali bibirnya yang mungil, sehingga dia tidak sempat membalas ucapanku tadi.

Kali ini permainan kami lebih hebat dari tadi, Lia yang tadinya agak ragu malah kini tampaknya makin ganas, nafasnya mulai agak memburu. Tidak sampai disitu saja, tangan kananku mulai turun ke bawah, mengelus pahanya yang mulus. Setelah mengelus, tanganku kuarahkan ke setelan jok sehingga posisi Lia sekarang jadi setengah posisi tidur, sedangkan badanku ada diantara kedua pahanya. Kemudian kupegang lagi wajahnya sambil masih tetap berciuman, tanganku mulai menelusuri lehernya terus pundak dan akhirnya sampai pada bongkahan payudaranya yang indah, lalu tanganku kuarahkan ke kancingnya, kubuka satu persatu.

"Erickk.." bisiknya sambil tangannya merangkul leherku.
Setelah kancingnya terbuka semua, terpampanglah payudaranya yang masih ditutupi oleh BH hitamnya. Aku mencari pengait BH-nya, lalu kubuka dan kulempar ke jok paling belakang. Tanpa melepas bajunya, aku kemudian bergeser lagi ke atas, kulumat bibirnya. Setelah puas, ciumanku mulai berpindah ke telinga kirinya, kulumat dan sesekali kugigit telinganya. Lia makin mendesah kenikmatan. Lalu setelah puas dengan apa yang kulakukan, kujiilat lehernya yang jenjang, terus menuju pundaknya, yang akhirnya sampai ke payudaranya yang masih kencang, dengan putingnya yang tampak lebih mencuat. Dengan lembut kujilat putingnya silih berganti, kadang aku meremas keduanya, lalu kusedot puting susunya, sesekali kugigit mesra.

"Ooohh.. Eriicckkk.." rintihnya.
Aku masih saja asyik mempermainkan kedua bukit kembarnya itu, lalu tanganku kugunakan untuk membuka bajuku, lalu kulepas juga celana jeans-ku, karena batang kemaluanku agak sakit, maklum pada waktu itu sudah dalam posisi siap tempur. Kemudian tanganku kuarahkan ke payudaranya, kuremas-remas dengan lembut, sambil lidahku masih mempermainkan puting susunya yang begitu menantang. Puas dengan meremas kedua payudaranya, kedua tanganku kuarahkan ke pahanya. Dengan posisi masih melumat payudaranya, tanganku mengelus-elus pahanya, terasa juga olehku bulu-bulu halusnya, kugeser ujung rok mininya ke atas sehingga bukit kemaluannya yang masih tertutup CD putihnya jelas telihat. Tapi aku tidak mau terburu-buru, kualihkan tanganku ke pinggangnya. Setelah puas bermain dengan payudaranya, lidahku menjulur ke bagian bawah. Kujilat pusarnya.Tangan Lia meremas-remas rambutku, kakinya bergerak tidak beraturan, mungkin karena dia menerima rangsangan sehingga dia tidak bisa diam. Setelah itu, lidahku turun lebih ke bawah lagi, kali ini di hadapanku terpampang jelas surga kenikmatan. Lalu kujilat kemaluannya yang masih tertutup CD putih, jari tanganku kuarahkan ke pinggir CD-nya. Kugeser sedikit pinggir CD-nya sehingga bibir kemaluannya agak kelihatan, lalu kujilat bibir kemaluannnya, kusedot mesra yang mana membuat Lia semakin keras meremas rambutku. Tidak puas dengan itu, kutarik CD-nya untuk kulepaskan, sedangkan roknya kubiarkan saja karena itu membuatnya makin seksi aja. Lia ikut membantu dengan mengangkat pantatnya ke atas sehingga dengan mudah aku melepas CD-nya.Dengan tidak sabar, aku lalu menjilat kemaluannya. Dengan kedua jariku, kukuakkan bibir kemaluannya itu, lalu kujulurkan lidahku ke dalamnya.

Kemaluannya sudah basah sekali, lalu aku sambil menjilat dinding kemaluannya aku mencari klitorisnya. Setelah ketemu, kujilat klitorisnya. Kemudian kusedot sampai cairannya pun ikut tersedot olehku. Lia semakin mendesah tak karuan. Tiba-tiba kakinya dinaikkan ke atas pundakku sehingga wajahku agak terjepit oleh kedua pahanya. "Eerriicckk.." jeritnya sambil tangannya meremas rambutku. Kubenamkan wajahku di kemaluannya, disamping itu jepitan pahanya semakin terasa oleh wajahku. Hmmm.. rupanya dia baru klimaks.

"Rick, udah Rick.. udah.. masukin aja Sayang.." pintanya sambil mengusap-usap rambutku, sengaja kubiarkan dulu jilatan dan hisapanku terhadap kemaluannya. Kubiarkan dulu dia menikamati puncak kenikmatannya. Setelah kulihat dia agak santai, kutundukkan kepalaku lagi untuk menuju kemaluannya yang indah itu, tapi dia malah menahannya, sambil menggelengkan kepalanya dia tersenyum. "Udah Rick.. jangann.. aku nggak kuat loh.." katanya. Akhirnya kuturuti juga, dengan posisi kaki agak ditekuk, badanku aku ditegakkan, lalu kuarahkan batang kemaluanku yang sejak tadi sudah minta bagian. Kulihat wajahnya yang agak berkeringat."Sshh.. Erickkk.. pelan Sayang.." katanya begitu aku baru memasukkan setengah batang kemaluanku, sambil kedua tangannya agak menahan dadaku. Memang kurasakan agak sulit juga. Kalau perawan sih bukan, tapi karena jarang dipakai, jadinya agak susah juga masuknya.

"Aakkhhh.. Riccckkk.." rintihnya begitu aku langsung memasukkan batang kemaluanku, dia kaget juga waktu kuperlakukan begitu. "Nakal kamu Rick.." sambil berkata dia mencubit pinggangku,Pelan-pelan aku mulai menggerakkan pantatku, dengan refleks dia melingkarkan kedua kakinya ke pinggangku. Makin lama gerakanku makin cepat, bibir kami pun sesekali saling berpagutan, diselingi desahan-desahan nikmat.

"Oookhh.. Lia.. enak sekali Sayang.." kataku dibarengi nafas yang memburu. Kulihat wajah Lia, matanya terpejam, sepertinya dia sedang menikmati persetubuhan yang kami lakukan. Tidak berapa lama.. tiba-tiba pelukannya makin erat dan jepitan kakinya yang melingkar di pinggangku, terasamenjepit sekali, rupanya dia mencapai puncaknya lagi, aku diam sebentar sambil kutekan lagikemaluanku ke dalam vaginanya.

"Riccckkk.. aaakkhh.. sshhh.." rintihnya sambil matanya merem melek. Aktifitasku kuhentikan sejenak biar dia merasakan kenikmatan yang baru dia dapat. "Rick.. kamu belum keluar ya.. gantian ya," pintanya sambil tersenyum manis, aku hanya menganggukkan kepalaku. Memang kalau dalam bercinta bukannya aku kuat, tapi aku selalu mengatur irama. Aku ingin supaya pasanganku puas lebih dulu, setelah dia puas baru aku yang mencari kepuasan, jadi tidak akan saling mengecewakan.

Kini gantian posisiku yang agak setengah tidur, dan tubuh Lia berada di tengah kedua pahaku. Kulihat dia mengambil tissue, lalu mengelap batang kemaluanku. Setelah itu dia melihat wajahku sebentar, lalu dengan perlahan dia mulai menjilat kepala kemaluanku. "Sshhh.." aku cuma bisa mendesis karena geli yang kurasakan. Lia masih saja asyik menjilati lubang kepala kemaluanku, lalu tiba-tiba dia memasukkan kepala kemaluanku ke dalam mulutnya. Sesekali batangku dia gigit dengan lembut. Hisapannya lembut sekali, aku cuma bisa mendesah kenikmatan. Lia tampaknya menikmati permainan ini, aku hanya bisa mengelus-elus rambutnya, sesekali kuremas kedua bukit kembarnya.

Lama-lama hisapannya semakin kuat, enak sekali rasanya. Kurasa mungkin kalau begini terus aku bisa ambrol maka aku buru-buru menghentikan aktifitasnya, dia tampak keheranan. "Udah Lia sayang.. aku nggak kuat.. kamu sekarang di atas, ya.." kataku. Lia cuma tersenyum, mungkin senyumannya itu penuh arti, aku tidak bisa mengartikannya. Lalu Lia setengah berdiri, kemudian dia mengangkangi tubuhku, diraihnya batang kemaluanku, lalu diarahkan ke lubang kemaluannya. Begitu kepala kemaluanku tepat pada lubang kemaluannya, dengan sedikit sentakan kemaluanku amblas dilahapnya. Kami terdiam sesaat, kulihat Lia memejamkan matanya, tangannya dia taruh di dadaku, lalu pelan-pelan dia gerakkan pantatnya naik turun, kepalanya mendongak ke belakang. Setiap kali dia melakukan gerakan, dari mulutnya keluar desahan dan rintihan yang makin membangkitkan nafsu birahiku, begitu juga denganku, aku pun mengerang kenikmatan.

Makin lama gerakan Lia makin cepat, batang kemaluanku terasa seperti diremas-remas. Walaupun keadaannya agak gelap tapi dapat kulihat mimik wajahnya seperti menikmati permainanan ini. Badannya yang terlihat mengkilap karena keringat yang keluar. Aku pun tidak tinggal diam, tanganku meremas kedua payudaranya, sambil sesekali memelintir putingnya, lalu kuangkat badanku sedikit supaya aku bisa menghisap putingnya yang begitu menantang. Tangannya mendekap leherku, seperti meminta lebih keras lagi aku menghisap putingnya. Gerakannya tambah liar saja, dan erangannya jelas sekali terdengar. "Aaakkhhh.. ssshhh.. Errriicckk.." erangnya sambil meremas rambutku. Aku semakin aktif saja melumat putingnya, dan Lia makin hebat saja gerakannya.

Tiba-tiba kurasakan sesuatu akan keluar dari batang kemaluanku. Aku mencoba bertahan, tapi sepertinya tidak bisa. "Liaaa.. aku mau keluarr.. aakkhhh.." erangku. "Aku juga Rick.. sebentar lagi.. bareng yaa.. okhhh.. okhhh.. Erickkk.." desahnya sambil tangannya sekarang memegang wajahku, lalu dia melumat bibirku, tangannya melingkar di pundakku, tetapi bibirnya masih mencium bibirku.

Dan.. "Aaakkhhh.. Erriicckkk.." jerit Lia sambil mendekapku begitu kuat sekali. "Aakkhhh.. aku keluaarrr Liaa.. ookhhh.." eranganku menahan kenikmatan yang tiada taranya. Kami lalu terdiam dengan nafas yang tersenggal-senggal, dengan posisi Lia masih di atasku, kemudian Lia mencium keningku, lalu melumat bibirku, aku pun tak mau kalah, kubalas ciumannya. Kami berciuman cukup lama, sambil mengucapkan kata-kata sayang. "Aku sayang kamu Lia.. kuharap jangan berakhir disini," kataku sambil mencium keningnya, tampak dia memejamkan matanya begitu aku mencium keningnya. "Lia sayang kamu juga Rick.." ucapnya. Kulihat sepintas wajahnya penuh kebahagian dan kepuasan. Tak terasa kami tertidur dalam posisi masih di atas badanku. Deru kendaraan yang lewat terdengar jelas sekali, aku sadar, lalu aku bangun, kulihat kami masih dalam keadaan telanjang bulat. Lalu kubangunkan Lia untuk segera berpakaian kemudian kita kembali untuk pulang. Untungnya posisi mobil tidak menghandap ke jalan raya, ditambah kaca mobil yang gelap sehingga kecil kemungkinan kalau orang bisa melihat ke dalam mobil. Setelah beres berpakaian lalu kami pulang, tapi sebelumnya saya janjian dulu dengan Lia untuk bertemu kembali malam nanti, dan dia setuju. Hmmm..
Oke deh, komentar dan kritiknya saya tunggu.


TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar